Tercipta dari almamater atas nama Jenderal Soedirman, sebuah kampus di kota kecil dilereng Gunung Slamet. Ia bernama Purwokerto, Kota Satria.
Menjadi mahasiswa yang aktif sebagai ‘tim hore’ dalam sebuah
organisasi berturut-turut sampai
semester 9. Jika ditanya, bagaimana perasaannya bergelut didunia organisasi dengan jangka waktu yang cukup lama?
Satu kata, bahagia.
Ya, saya
bahagia terlahir dari 2 organisasi yang berbeda. Seni dan Politik. Paduan Suara
mahasiswa Gita Buana Soedirman (PSM
GBS) dan Badan Eksekutif Mahasisawa Universitas Jenderal Soedirman (BEM Unsoed). Dua organisasi
yang sudah membesarkan saya
dengan segala prosesnya. Dari nothing
menjadi everything. Dari kekalahan
menjadi sebuah emas kemenangan.
Paduan Suara
Mahasiswa Gita Buana Soedirman (PSM GBS)
Organisasi pertama yang saya ikuti sejak pertama awal registrasi Mahasiswa Baru angkatan
2010. Nekat, sungguh nekat. Modal karena hobi menyanyi yang kemudian disuguhkan
dengan audisi recruitment anggota PSM
GBS 2010. Sendiri. Hujan deras. Ruang audisi. Tiga orang dewan juri. Nerveous, verry verry nervous.
Organisasi seni ini adalah lembaga kekeluargaan. Disini, saya benar-benar menemukan
rumah dan keluarga baru di kota rantauan. Pada perjalanan karir organisasi saya terpilih dari berpuluh-puluh
anggota baru sebagai pengurusharia organisasi PSM. Saya semakin
mencintai lembaga ini, mencinta hobi menyanyi, mencintai proses latihan notasi demi notasi. Selain bernyanyi, lembaga inipun memiliki management secara structural
dimana lembaga ini memiliki proses untuk beraktualisasi diri. Dari statemen
inilah saya berdiri di PSM GBS sebagai ‘operator organisasi’ bukan sebagai tim
penyanyi.
Setelah dinobatkan menjadi ketua panitia pada program kerja besar, saya dicalonkan sebagai
Kepala Bidang Administrasi. Meski belum mampu dalam tata kelola administrasi, berkat dukungan dan semangat dari
senior tentu saja saya selalu mencoba dan belajar sebaik
mungkin.
Pada suatu kesempatan, kami sepakat untuk mengikuti lomba
Paduan Suara tingkat Nasional untuk pertama kalinya dalam sejarah PSM GBS. Pada
saat itu ada 2 penawaran, memilih
sebagai tim penyanyi
atau sebagai official team. Saya memilih 55% sebagai tim
penyanyi dan 45% sebagai official team.
Saya masih berharap
bahwa sebagai anggota PSM seharusnya saya adalah penyanyi. Dan dengan segala pertimbangan semua banyak
pihak, akhirnya saya
dipilih sebagai official team.Pada
saat audisi tim penyanyi, coach
mengatakan bahwa saya
layak menjadi tim penyanyi. Tapi senior-senior saya seperti Mbak Puti, Mas Fajar, Mas Heras lebih menginginkan saya sebagai official team. Saya
mengalah. Karena saya
tahu, siapa lagi jika bukan saya
yang mau mengorbankan cita-cita untuk menjadi tim penyanyi pada lomba nasional
dan bergengsi ini? Karena pada
saat itu, menjadi tim penyanyi adalah suatu prestasi puncak. Saya
berkorban untuk hal ini.
Lomba nasional kali ini benar-benar pengalaman pertama bagi kami. Awam dan buta.
Tapi kami punya coach dan ketua
tim yang sangat luar biasa. Pengalaman ini adalah satu-satunya pengalaman yang
sangat amat tidak bisa dilupakan seumur hidup. Berangkat lomba dengan modal
pas-pasan. Loby sana-sini. Banting
tulang, berjualan apa yang bisa dijual. Sampai akhirnya kami berangkat ke
Bandung, mengikuti lomba dengan membawa segala keterbatasan. Satu minggu di
Bandung, benar-benar menyedihkan, memprihatinkan.
Tapi kami masih punya tekad untuk menjadi pemenang.
Lalu pengumuman pun dimulai, kami menangis mendengar kekalahan.
Terpukul. Semua menangis histeris dalam dinginnya malam kota Bandung. Semua
menangis tanpa terkecuali. Kecewa. Dan tentu saja yang lebih kecewa adalah coach kami. Ya, kami membawa peringkat 3 terbawah. Sangat buruk.
Setahun kemudian dengan kepengurusan baru, dan pada saat itu
saya diangkat sebagai
Kepala Bidang Keuangan. Kami memutuskan kembali untuk mengikuti lomba Nasional di Semarang. Pada
kali ini yang diajukan sebagai leader of official team adalah Saya dan partner terbaik saya, Ecca. Kami berdua sepakat
bahwa diantara kami tidak ada yang namanya ketua tim, karena ketua tim nya
adalah kami berdua, saya
dan Ecca. Segala persiapan telah kami persiapkan dengan matang, belajar dari kesalahan satu tahun yang
lalu. Sama seperti dulu, kami berangkat dengan anggaran yang ala kadarnya. Dan
tentu saja dengan keoptimisan kami. Seingat saya, lomba di Semarang hanya berlangsung 5 hari. Kami mengorbankan
semuanya, harta benda yang ada didalam diri kami. Proses memang tidak akan mengkhianati hasil. Pada malam
pengumuman, kami berhasil mendapatkan MEDALI EMAS dan satu trophy terbaik. YES, WE CAN DO IT!!!! Kami berteriak histeris
menangis haru seharu-harunya. Perjuangan kami tidak sia-sia. Kami berhasil membawa tim pada kejayaan
emas. Dan itu lah masa-masa
jaya PSM GBS dikancah Nasional, sampai detik ini di tahun 2015 PSM GBS dibawah pimpinan adik-adik junior
selalu meraih emas dalam perhelatan perlombaan. Saya bersyukur untuk itu, untuk menjadi
seseorang sebagai ‘pengatur
organisasi’ bukan
sebagai penyanyi.
Dan kini, PSM GBS-ku sedang bertarung di ajang Bali International Choir Festival. Lagi-lagi sebuah prestasi karena untuk pertama kalinya PSM GBS mengikuti lomba tingkat International. Mohon do'a dan dukungannya agar adik-adik kami bisa membawa nama harum Universitas Jenderal Soedirman dan nama baik Indonesia di kancah dunia.
Itulah cerita perjuangan saya dan teman-teman membawa nama PSM GBS dan tentu membawa nama
baik Jenderal Soedirman dikancah Nasional. Sekali lagi saya bangga bisa membawa Unsoed dimasa
keemasannya.
Dokumentasi foto: Official PSM GBS |
Satya Dharma Gita National Choir Festival |