Personal blog. Keep to be a silent reader. No bullying !

Monday 14 December 2015
Berlangganan

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman

bem unsoed
Selain terlahir sebagai orang seni, saya menyeimbangkan diri dengan aktifitas yang berbau politik. Politik kampus. Bergabung dengan lembaga sebagai miniatur negara. Ini juga salah satu tindakan paling nekat. Nekat karena ingin menjadi seorang aktifis yang bisa menyaingi seorang senior yang kala itu sebagai aktifis difakultasnya, MIPA. Entah dari berapa puluh orang yang diterima sebagai pengurus BEM Universitas, saya adalah satu-satunya Mahasiswa Baru (MABA) perempuan difakultas yang ikut bergabung di BEM Universitas. Pada saat itu saya hidup dimana lingkungan fakultas saya sangat kontra dengan BEM Universitas. Tapi saya menikmati saja, meski saya yakin sekali akan menjadi bahan omongan senior-senior di fakultas. Selama saya tidak bertindak konyol kenapa saya harus takut.

Berproses dengan orang-orang hebat, orang cerdas, orang-orang idealis membuat saya semakin mencintai dan menginginkan seperti mereka senior-senior di BEM.
Pada zaman presiden BEM 2011, tekanan menjadi anak BEM adalah tekanan mental yang sangat luar biasa. Di cemooh, dikucilkan bahwa “Apa sih kinerjanya BEM ? Gak ada kerjanya”. Mereka pengurus-pengurus yang mentalnya tempe mendoan, seketika hilang ditelan bumi. 
Dari 50 orang pengurus, hanya tinggal beberapa hitungan jari. Dan MABA yang bertahan sampai akhir hanya saya, Afu Fabio 2010, Mas Mumuh Kesmas 2010, mas Fuad Fabio 2010, Aji fabio 2010. Hanya lima orang yang bertahan.

Sebenarnya perjalanan awal organisasi yang saya ikuti adalah perjalanan yang sedikit ‘menyimpang’. Dimana seharusnya sebagai Mahasiswa Baru saya dipersiapkan untuk mengabdi dan mengikuti kegiatan dilingkungan tingkat fakultas. Namun karena lembaga difakultas pada saat itu sedang gonjang-ganjing, dan saya sudah tidak sabar untuk terjun cepat sebagai aktifis kampus, maka saya loncat akselerasi menjadi anggota BEM tingkat universitas.

Pada pertengahan kepengurusan, saya lebih disibukkan dengan kegiatan PSM. Alhasil saya tidak optimal di BEM. Dan satu yang saya ingat dari perkataan Presiden saya saat itu  
“Gpp loh kalo April sibuk di PSM. Bagus, saya malah senang. Berarti anak BEM memang berkualitas di organisasi lain. Saya gak pernah marah ketika ada pengurus yang ilang-ilangan, asalkan ada komunikasi dan beralasan. Kalau alasanya karena sibuk di organisasi lain, ya gak apa-apa. Kamu harus jadi ketua Padus loh Pril”
Saat itu saya benar-benar merasa bersalah, sangat bersalah. Saya meminta maaf. Beliau hanya berkata Tahun depan ikut BEM lagi ya. Aktifis itu Pril, datangnya dari sini. Dari panggilan jiwa”.

Ah saat itu, sungguh saya merasa berdosa dan satu-satunya cara untuk menebus dosa adalah saya harus masuk BEM lagi tahun depan. Itu janji saya.

Satu tahun kepengurusan BEM 2011 selesai. Open recruitmen dengan Presiden BEM 2012 yang baru terpilih. Saya masih mengingat ucapan-ucapan Pak Pres (saya biasa memanggil beliau) ,saya masih punya janji untuk melanjutkan estafet beliau. Namun, karena saya pernah di opname karena sakit thypus maka saya di non-aktifkan dari segala kegiatan apapun oleh semua sahabat-sahabat saya.

Satu tahun kemudian, kepengurusan BEM 2012 selesai. Open recruitmen BEM 2013. Saya masih mengiang-ngiangkan janji pada Pak Pres untuk melanjutkan ke pengurusan BEM. Namun lagi dan lagi, saya masih ditahan oleh para sahabat. Sahabat-sahabat saya memang begitu dalam mengawasi, mereka terlalu mencintai saya oleh karena itu saya dilarang untuk lelah. Maklum, kegiatan akademik dikampus kami memang padat, biasalah mahasiswa Eksak.
Kegiatan organisasi saya saat itu hanya sebagai Kepala Bagian Keuangan PSM  yang memang kinerjanya tidak memakan banyak waktu dan tenaga. Selain itu pula saya aktif sebagai Asisten Praktikum Genetika Tumbuhan (Gentum). Beberapa teman yang menjadi Asisten Gentum, mereka salah satunya Alina dan Pipit mendaftar sebagai pengurus BEM 2013. Alhamdulillah bukan hanya mereka, tapi teman-teman dekat yang lain yang satu fakultas pun ikut menjadi bagian pengurus diantaranya Hamdan, Anas, Bichin. Jujur sangat jujur sekali, ketika mereka bercerita tentang bagaimana BEM Universitas di tahun 2013 ini membuat saya sangat iri. Apa yang mereka ceritakan, saya hanya diam dan menyimak. Keseruan mereka Up Grading, program kerja mereka selalu bercerita. Sampai akhirnya saya chat whatsapp Mamang as Harfin, sahabat satu kelas yang sekaligus sebagai pengurus BEM Universitas 2013.
 “mang, aku pengen masuk BEM L”.
“Yah neng telat. SK nya udah jadi. Nanti kalau mau mah ikut aja kegiatan-kegiatan BEM. Ada kegiatan Laskar Soedirman, SPB, OSPEK. Nanti ikut ya”.
“Yah iya deh pokoknya kabarin ya mang kalau ada oprec2 panitia nanti aku ikut”.

Satu bulan kemudian,
“Neng, masih minat mau bantuin BEM Univ ga?”
“Iya mang insya Allah masih. Kenapa emang?”
“Gini, mau gak jadi menteri sekretaris kabinet?”
“Hah??menteri???? yang bener aja?? Emang menteri sekretaris yg kemarin kenapa?”
“Iya jadi menteri sekretaris kemarin itu lagi fokus sama akademik, terus pra staff gak ada yang megang”
“Dih aku kan ga pengalaman mang di sekretaris, apalagi jadi menteri -_- orang aku di BEM aja dulu jadi staff Kebijakan Kampus”
“Udah gpp nanti diajarin kok”
“ih tapi aku ga tau apa-apa loh mang”
“udah pokoknya tenang aja. Tunggu kabar dari mamang oke”

Setelah percakapan itu, saya langsung menghubungi ketua PSM GBS untuk memohon izin bahwa saya ‘dipinang’ oleh BEM Universitas untuk menjadi menteri. Dan beliau dengan bijaknya “Gpp mak asalkan elu sanggup, dan lu ga capek-capek gue izinin kok. Itu kan karir elu di bidang organisasi
Yes, i did it !

Satu bulan berlalu,

Sebenarnya setelah mamang meloby, sempat bertanya “ini orang jadi gak sih narik jadi menteri -_-“
Seketika hopeless, dan berfikir “ah palingan juga menteri sekretaris yang kemarinnya udah insyaf kali jadi aktif lagi”. Dan, pupus lah sudah harapan saya untuk menebus janji pada Mas Muharam L
Selang berapa hari, selepas dari graha latihan Padus. Whatsapp “neng lagi dimana? Bisa ke sekre sekarang ga? Presiden pengen ketemu”
Deg !
Astaghfirullah, harus bagaimana? Mendadak. Sama sekali tidak ada persiapan apapun. Saya langsung menuju sekre BEM. Daaaaaan, ZONK ! saya terjebak disuasana forum dan ternyat forum itu adalah Rapat Pimpinan, yang isinya adalah Presiden Wapres serta jajaran semua menteri. Mati !

“Gimana April, bersedia kan jadi sekab? Soalnya begini, sekab adalah sebagai The Mother of Cabinet. Jadi ya memang kalo kemarin sekabnya laki-laki sedikit kurang pas
Maaf mas, tapi aku bener-bener ga berpengalaman jadi menteri sekretaris BEM. Pengalamanku ya cuma pernah jd kepala bagian administrasi itupun di padus”
“nah oke gak apa-apa itu pengalaman yang bagus. Kurang lebih kinerjanya sama kok. Gimana kapan mulai gabung?”
“hmm tapi aku masih butuh bimbingan mas”
“siap tenang pasti kita bimbing”
“Kebetulan minggu ini aku mau ke Semarang, ikut lomba padus jadi mungkin untuk minggu ini aku belum bisa ikut di BEM”
“ohya? Wah keren, sip sukses ya lombanya”

Setelah beberapa bulan bergabung (kembali) di BEM Universitas, saya benar-benar merasakan adanya energi yang sangat positif.Tidak lagi berbicara tentang raga, tapi mengenai bathin saya. Kebutuhan ruh.
Saya banyak belajar dan banyak mendapatkan ilmu setelah bergaul dan berteman dengan banyak orang dari berbagai lapisan. Secara lahiriah, saya merasakan adanya sikap pendewasaan diri,  kebijaksanaan terhadap diri sendiri maupun orang-orang terdekat. Dan secara bathin, saya benar-benar merasa mendapatkan apa yang saya tidak ketahui kini menjadi tahu dan tentu saja sebuah perubahan besar dalam diri saya bahkan dalam hidup saya pribadi.

Banyak yang saya dapat dari BEM, banyak ilmu yang saya terima dari orang-orang hebat. Saya diajarkan untuk berfikir global, diajarkan untuk bergerak cepat, diajarkan merancang strategi, diajarkan ikhlas, dan diajarkan untuk selalu mencintai. Bukan tidak banyak, bahkan sangat banyak oposisi-oposisi dan atau orang-orang yang kontra dengan BEM dengan berbagai alasan. Sangat diwajarkan karena memang tidak semuanya kebijakan-kebijakan lembaga dapat diterima oleh orang-orang yang berjiwa kritis.

Berbicara cinta, BEM dan cinta memang sudah ditakdirkan satu paket. Saya bersyukur akan hal itu, mendapatkan pengalaman dan mendapatkan cinta dari keluarga baru, BEM Universitas. Tiga periode BEM, tiga kali rasanya dicintai, dikasihi, dan disayangi. Selain sebagai lembaga politik, kami juga membangun kekeluargaan. Membangun rasa, membangun cinta. Jika ia adalah seorang veteran dari BEM Kabinet Sinergis, Pelopor Berkarya, dan Sahabat Inspiratif tanyakan pada mereka BEM Universitas itu siapa? Mereka pasti menjawab : BEM Universitas adalah keluarga.

Peran BEM mungkin masih dianggap belum relevan. Tapi sebagai mantan pengurus BEM, saya harus mengatakan bahwa selama saya di BEM saya dan teman-teman sudah bersikeras untuk membantu dan menciptakan mahasiswa-mahasiswa generasi Soedirman yang berjiwa Panglima Besar Jenderal Soedirman lewat proses aktualisasi-aktualisasi yang sudah kami berikan. Jika memang masih ada proses yang ‘menyimpang’, silahkan untuk dikritisi dengan bijak dan silahkan memberi solusi agar BEM benar-benar untuk mahasiswa dan milik mahasiswa.

Ya sekiranya seperti itulah cerita perjalanan 4,5 tahun selama saya ada didunia organisasi mahasiswa kampus Jenderal Soedirman. Menarik penuh intrik, dan penuh cinta.
Semoga apa yang sudah saya catat, bisa menjadi bahan acuan untuk berpandangan bahwa anak kuliahan itu memang diciptakan sebagai Aktifis. Aktifis bukan hanya untuk kampus, tapi untuk bangsa dan Negara. Karena kalau bukan dari kalangan mahasiswa, harus dari mana lagi?
Jadilah mahasiswa yang kritis dan cerdas bukan kritis tapi krisis !