Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum Wr, Wb.
Ternyata selama ini saya baru menyadari bahwa setengah dari usia saya –saat ini
23 tahun- pikiran saya tumpah dengan urusan cinta. Cinta monyet, cinta ABG,
cinta diam-diam. Melulu soal cinta dan perasaan. 2 tahun belakangan ini, saya
benar-benar merasakan cinta yang tidak selalu untuk manusia, untuk lawan jenis.
Cinta yang saya temukan dan saya pahami adalah cinta dari Sang Maha Cinta.
Cinta yang indah, cinta yang sejati.
Allah menuntun saya untuk
cinta yang seperti ini, cinta yang putih. Kepada Allah, kepada al-qur’an,
kepada Nabi Muhammad SAW, kepada Siti Khadijah Al-Kubra. Saya temukan cinta
suci ini setelah bertahun-tahun lamanya.
Semua tidak lain tidak bukan
karena Allah, atas kehendak Allah yang memperkenalkan saya dengan orang-orang
yang shaleh dan shaleha.
Ini tulisan yang saya tulis
sejak setahun yang lalu yang saya kembangkan lagi pada hari ini. Cerita tentang
pertemuan saya dengan seseorang wanita yang lembut dan ramah. Kepada Bunda,
terima kasih untuk cintamu yang membaikkan.
Kala itu teman-teman yang serupa, alias orang-orang yang baong dan amburadul digegerkan dan dikejutkan betapa mudahnya mencari jodoh dengan sebundel kertas yang biasa disebut proposal jodoh. Ya, PROPOSAL JODOH. Bayangkan, jodoh hanya bisa ditentukan oleh bacaan dan tulisan di proposal. Aneh
Kami orang-orang yang miskin ilmu,
menganggap bahwa orang yang memberikan
proposal adalah Murabbi. Pemahaman
saya waktu itu, Murabbi adalah orang yang mau dijodohkan
(pihak pertama).
Pada suatu saat di grup chit-chat sosial media, selalu
riweuh dengan pembahasan jodoh, ya maklum isinya adalah orang-orang veteran
yang memang sudah waktunya
menikah. Karena memang saya
adalah salah satu junior yang sangat dekat dengan veteran-veteran di BEM, sikap sayakepada mereka adalah
sikap seorang adik yang selalu merengek manja kepada kakak-kakaknya. Masih
membahas jodoh, di forum itu:
A: Mas
mau dong aku dicariin murabbi haha
B:
Iya bisa bisa
A: Beneran
mas? Asik
B:
Eh April serius mau dicariin murabbi?
A: Eh
murabbi tu apa sih mas?
B:
Murabbi itu orang yang mau ngajarin kita
liqo. Semacam tutor lah.
A: *mikir dalam hati* Oh iya ya, murabbi
kan guru yang di liqo
B:
Gimana, beneran ga mau dicariin murabbi?
A: Oh
iya boleh deh mas. Tapi nanti murabbi nya mau engga ya ngajarin aku? Soalnya
aku kanbadung, ga bisa diatur.
B:
Gampang itu mah. Nanti saya carikan yang
cocok
A: Oke
deh mas
*dalam hati* Aduh salah ngomong ! Kalau saya serius diperkenalkan dengan
murabbi gimana? Liqo?
Nanti saya akan sering dihukun dan disuruh hapalan
alquran? Tamat.
Sebulan berlalu..
B: Pril, udah ada yang menghubungi April?
A: Belum
mas. Emang siapa ih deg2an?
B:
Engga kok bukan siapa-siapa. Itu loh
orang yang mau ajakin April liqo. Nanti beliau hubungi April. Anak KU, angkatan
2006.
A: Oh
iya mas oke
**
Beberapa minggu kemudian..
Mr: Assalamualaikum dek April
A: *dalam hati* siapa nih orang yang
salam dan manggil nama “dek”.
Walaikumsalam.Iya, maaf ini siapa?
Mr: Dek
ini mba “...”, temennya
Mas “...” untuk menghubungi dek April.kapan bisa ketemu dek?
A: Deg! Mampus dah ini murabbinya udah
ada.
Oh
iya mba boleh, aku kebetulan lagi di Bandung, baru ke pwt hari minggu.
Mr: Oh
ngapain dek di Bandung? Iya gpp setelah dek April pulang dr Bandung saja ya
Blablablablabla...
Selama percakapan itu saya mengutuki diri
sendiri.
**
Setelah itu saya dan Murabbi bertemu, bercengkerama, dan memang benar beliau sangat mirip denganku. Mirip dalam artian karakter dan sifat, tapi tentu saja beliau jauh lebih sholeha ketimbang saya.
Satu kali sampai dua kali saya dan murabbi bertemu,
bukan liqo tapi seringnya makan bareng -_- Dan yups!
kami berdua memang cocok, nyambung, klop, klik, pass. Sampai di pertemuan
kedua, ada kedatangan tamu. Dia adalah perempuan yang menurut saya dia itu polos. Sebut saja dia Fidha.
Anak Bekasi, jurusan Kedokteran Gigi 2010. Kala itu memang kami berdua (Aku dan
Fidha) benar-benar orang
yang seperti baru lahir, awam. Beberapa minggu, dari kami bertiga tidak ada
waktu yang cocok untuk kembali liqo. Sibuk dengan urusan sendiri-sendiri, eh
lebih tepatnya aku yang paling sibuk dan sulit mencocokkan jadwal. Alhasil,
liqo mandeg.
**Setelah
6 bulan berlalu, tepat tanggal 4 November 2014.
“Mba ini aku ya April. Mba aku mau liqo”
Tiba-tiba saya ingin sekali dan haus akan siraman
qolbu.
Dan, alhamdulillah.. sampai detik ini saya dan Fidha masih menjalani
agenda liqo eh maaf barangkali istilah liqo terlalu kaku dan kolot, kami
bertiga biasa menyebut kegiatana ini dengan “meet up”. Yey !
Nah, ini bagian yang penting. Entah pertemuan keberapa, murabbi membahas mengenai kewajiban perempuan sebelum menikah dan setelah menikah.
Kira-kira seperti ini kilasannya,
“Menurut April dan Fidha, anak yang sukses itu kriterianya apa sih? Wisuda tepat waktu? Dapet kerjaan yang bagus? Ngebahagiain orang tua? Jadi begini dek, sebagai anak perempuan kita memiliki kewajiban untuk berbakti pada kedua orangtua kita. Tahu caranya gimana? Apa dengan cara kita dapet gaji banyak terus kita kasih ke orangtua kita dan mereka akan bahgia? Apakah dengan cara itu kita akan menebus jasa-jasa mereka setelah berpuluh-puluh tahun mengurusi kita? Ternyata dek, hanya satu yang dapat menebus kebaikan orangtua kita. Jadi Hafidzah. Ada cerita tentang seorang anak. Kedua orangtuanya meninggal, dan di akhirat kedua orangtuanya diberi Jubah kebanggan oleh Allah, jubah terbaik. Padahal kedua orangtuanya amalan dan ibadahnya selama di dunia ya biasa-biasa saja. Dan ternyata apa coba dek?”
“Apa
Mbak?” Saya
dan Fidha
“Ternyata
mereka punya anak yang hafidz. Penghapal alqur’an. Subhanallah dek, betapa
mulianya alqur’an. Hapalan yang satu-satunya bisa membalas seluruh kebaikan
orangtuan kitaterhadap kita. Hapalan yang menolong kedua orangtua kita di
akhirat”
Dan kita bertiga mulai berkaca-kaca,
merinding. Sontak saya
bilang:
“Mbak
aku mau hapalan”
Dan tau respon murabbi?
Beliau sambil sedikit terisak “Ya Allah subhanallah dek Mba seneng banget
dengernya. Akhirnya Mbak bisa kembali menghapal sama kalian. Beneran dek, kalo
mau hapalan kita harus punya partner. Biar ada yang ngingetin,dan saling
ngoreksi. Subhanallah dek”
Jujur, saat itu hanya spontanitas saja. Saat itu saya hanya memikirkan Ibu saya, bagaimana cara saya membalas semua perjuangan-perjuangan beliau selama ini untuk saya dan memang benar sebanyak apapun gaji tunjangan dan sesukses apapun saya tidak akan pernah bisa membalas semua jasa-jasa Ibu saya. Terlebih untuk Ayah saya, yang sudah lebih dulu meninggal. Saat itu saya hanya harus berfikir, saya harus memasukkan Ibu dan Ayah ke Syurga Allah. Sedikit demi sedikit, insya Allah saya bisa hafal.
Dan say
alhamdulillah.. 15 surat lagi saya akan mencapai satu
juz. SATU JUZZ. Yang tidak pernah saya
bayangkan sebelumnya, ternyata kini saya
bisa menghapal meski belum sempurna. Dan hari ini saya dapat bonus, murabbi
mengatakan bahwa hapalan saya
sangat bagus (saya
lupa gelar istilah dalam hapalan). Subhanallah rasanya nikmat sekali menghapal
alqur’an. Bahagia ketika mulai “setor” hapalan, ah Allah.. sungguh Engkau
adalah Maha Romantis.
Untuk kamu yang belum pernah liqo, kamu iya kamu. Harus merasakan betapa Allah itu benar-benar Maha Romantis, dan dengan membaca Alqur’an serasa saya adalah hamba sahaya yang sedang berbicara dengan Allah. Alqur’an adalah kalam Allah, bayangkan kita membaca semua ucapan-ucapan langsung dari Allah. Bayangkan. Ya Allah Ya Rabb Allahuakbar. Berderai-derai airmata saat saya merasakan betapa Allah itu ada dan selalu ada bersama hamba-Nya. Iqra, iqra, iqra. Bacalah alqur’anmu, sungguh. Saya sudah merasakan betapa nikmatnya kalam Allah. Alquran adalah jawaban dari segala risalah-risalah kita. Bacalah..
**
Setelah 7 bulan dari
peristiwa itu, saya semakin penasaran akan pertanyaan-pertanyaan saya terkait
kehidupan di zaman Rasulullah dan semakin rajin untuk membaca al-qur’an serta
menyimak terjemahan-terjemahan ayat-ayat al-qur’an dan atau hadist-hadist.
Disitu saya benar-benar menemukan keteguhan-keteguhan hati bahwa saya didunia
tidak berarti apa-apa dan bukanlah siapa-siapa selain ciptaan Allah dan hanya
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Wallahi, meski belum baik
tapi saya sedang belajar untuk menjadi manusia dan perempuan yang baik-baik.
Baik untuk keluarga, agama, bangsa dan negara. Banyak kebaikan-kebaikan yang
saya dapatkan dari Al-qur’an, dari Allah SWT.