Personal blog. Keep to be a silent reader. No bullying !

Sunday 10 September 2017
Berlangganan

Memaknai Cinta.

Hhhhhhh.......

Aku hempaskan dalam-dalam nafasku.
Sesak.
Pilu.

Sebagai seorang pendengar cerita, aku merasakan dampak psikis dari semua cerita-cerita yang pernah ku dengar.
Cerita dengan happy ending, akan muncul sendiri perasaan berbunga-bunga dan bangga ketika mendengarkan cerita bahagia.
Merasa menderita, ketika mendengarkan cerita-cerita pilu.

Inilah alasan kenapa aku bisa menjadi seorang pendengar curhat.
Sensitivitas.
Ya, rasa sensitifku lebih besar daripada logikaku.
Karena benar, orang yang bisa dipercaya mendengar segala cerita dengan penuh rahasia itu butuh kesensitifan diri. Responsibilitas.

Dua hari ini, aku benar-benar dihadapkan 2 kisah yang benar-benar membuat aku berfikir "apakah aku seperti itu?".

Pertama, adalah seseorang yang memendam perasaan cinta dan cemburu dalam jangka waktu yang sangat lama.
Dan aku salah satu pihak yang terlibat.
Tanpa kuketahui, dari segala bentuk aktifitasku selama ini dengan teman-teman ternyata ada seseorang yang merasa kusakiti hatinya.
Ku tahu rasanya memendam cinta.
Pedih.
Apalagi memendam rasa cemburu yang tak bisa diungkapkan.
Selama 3 tahun tanpa kusadari aku menyakiti hati yang lain.
Mematahkan perasaan.
menghancurkan harapan yang belum tergapai.
Dan aku merasa berdosa, telah membuatnya merasa rendah diri selama ini.

Kedua, adalah seorang laki-laki dengan cinta yang begitu dalam.
Cinta dalam hati.
Cinta tanpa mengharapkan balasan kata "YA".
Bertahun-tahun, rasa cinta yang kadarnya masih tetap sama sampai saat ini.
Bertahun-tahun memendam rasa, tanpa ingin menikmati sebuah harapan.

Apalah arti sebuah kisahku yang selalu kukeluhkan, ku risaukan bertahun lamanya ternyata belum seberapa menyakitkan.

Satu yang bisa aku maknai, harapan itu kita yang menumbuhkannya. Bukan orang lain, bukan dari orang yang kita tuju.
Tapi keyakinan dari diri kita masing-masing.
Jadi jangan salahkan dia yang tak mencintai kita.
Tapi kita lah yang telah berani menumbuhkan atas sebuah pengharapan.

Aku sadar, untuk menikah bukan melulu soal cinta.
Kesiapan, dan keseriusan.
Cinta yang selama ini menjadi syarat utama, dengan sendirinya akan memudar dan akan menjadi lebih sederhana ketika kata "Berani" adalah senjata utamanya.

Bismillah, aku akan mengikhlaskan segala sesuatu tentang masa laluku.
Melepaskan seluruh angan dan harapanku kepada ia yang selalu kuingini.
Aku tak ingin mengulangi kesalahan kesekian sekalinya. Menutupi jodoh orang lain.
Aku meyakini bahwa ia sudah menemukan seseorang yang ia ingini.
Dan bukan aku.
Bukan aku.

Bahwa benar, cinta dan rasa ingin memiliki itu tidak sama.
Cinta akan selalu berakhir, entah putus untuk menjadi mantan atau putus untuk segera menikahi.

Jakarta, 11 September 2017.