Personal blog. Keep to be a silent reader. No bullying !

Tuesday 3 October 2017
Berlangganan

Cermin (Diri).

..... Percayalah segalanya telah diatur Semesta, agar kita mendapatkan yang terbaik
-Adera

Setiap tahun selalu ada impian, dan pasti ada pencapaian.
Di setiap tahunnya, selalu do'a yang sama: Tahun depan menikah.

Berbicara soal pernikahan, sudah beberapa kali aku memposting tulisan mengenai "Menikah".
Dengan alinea-alinea pengharapan akan sebuah jodoh impian. Jodoh yang sholeh. Jodoh yang sempurna. Jodoh yang sesuai dengan ekspektasiku.
Selalu fokus "Apa yang aku ingini" bukan "Apa yang diingini oleh jodohku kelak".

Mengapa jodohku tak kunjung datang?
Restu Ibu, sudah kudapat.
Untaian do'a, setiap waktu kupanjatkan.
Lantas, mengapa aku harus menunggu lama?

Jawabannya, ada di hari ini.

Ekspektasi yang berlebihan.

Mimpi yang sangat tak tahu diri.
Ingin menikah dengan laki-laki yang aku cintai,
Ingin miliki suami yang sholeh, pintar, keluarga baik-baik, dan finansial yang cukup.
Sedangkan diri ini? Cobalah lihat dan sadarkan diri pada cermin.

Rasulullah SAW bersabda: Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Maka perhatikanlah agamanya maka kamu akan selamat. Muttafaq ‘alaih. (HR. Bukhari Muslim).

Harta.  Bahkan untuk sekedar mimpi dalam tidur pun, aku belum pernah merasakan mimpi menjadi seorang kaya raya. Hidup sederhana, atau bahkan hidup pas-pasan.

Nasab. Keturunan. Keluargaku bukan dari kalangan keluarga berada atau terhormat. Bukan dari keluarga yang harmonis dan bukan keluarga yang intens bercengkerama. Bukan pula dari kalangan keluarga yang berpendidikan tinggi. Hanya keluarga sederhana, keluarga yang mencoba saling bahu membahu. Sangat tidak sempurna.

Kecantikan. Jika berbicara soal cantik, jelas aku tak cantik. Biasa-biasa saja. Manis juga tidak. Mungkin wajar saja, selama 25 tahun ini hanya satu orang yang pernah mencintaiku, dan itu pun hanya sebatas masa lalu. Bukan tipe  perempuan yang banyak Fans-club nya.

Agama. Selama ini aku sangat optimis bahwa aku sedang "memperbaiki diri" sedang upgrade ilmu, upgrade iman. Dekat  dengan Allah. Dekat dengan Alqur'an. Tapi nyatanya  nihil. Aku bahkan masih sering mengeluh. Sering risau. Sering menyakiti hati orang lain.

Lantas?

Saat ini Allah sedang memberitahu, bahwa hidup itu bukan melulu soal jodoh.
Tapi soal bagaimana cara aku memperbaiki semua diatas ketidaksempurnaanku.

Aku harus bekerja keras untuk menabung, untuk membantu keluarga-keluargaku. Untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Membahagiakan orangtua, kakak, saudara. Masih banyak yang keluarga harapkan kepadaku. Harusnya dari awal aku sadar, hanya aku satu-satunya harapan keluargaku. Satu-satunya yang akan diandalkan. Lalu selama ini aku hanya menanti dan menginginkan Jodoh yang ingin ku sempurnai? Egois.
Masih banyak adik-adikku yang membutuhkan seluruh perhatianku.

Aku harus terus memperbaiki keadaanku sendiri. Dalam segala aspek.
Harus banyak dan lebih bersabar, ikhlas.

Sekarang, apakah aku masih pantas mengharapkan dia yang selalu menjadi  inginku hingga saat ini?
Dengan keterbalikan dunia yang kami miliki?
Pantaskah aku membenci dia yang telah memilih seseorang selainku?
Pantaskah aku marah dan menangis ketika tahu dia telah mencintai hati lain?
Jawabannya, ini tidak adil.
Tidak adil baginya.
Aku sangat tidak berhak untuk berharap kepada seseorang yang segalanya tidak sebanding denganku.

Jadi, apakah aku harus melepaskan?
Bukan hanya melepaskan, tapi lupakan.
Biarkan dia bahagia dengan pilihannya, dengan apa yang diimpikannya.

Dan akhirnya aku harus sedikit lama menunggu.
Menunggu seseorang, yang dalam segala aspek dapat mengimbangiku. Dapat mempercayaiku. Mencintai kekurangan keluargaku, kekurangan diriku.

Mungkin ini adalah alasan paling masuk akal setelah berkali-kali aku mencoba melepaskan di tahun ketiga ini.
Alasannya bisa aku terima. Bisa aku pahami.


Jakarta dalam hujan,
03 Oktober 2017.